Penggunaan Teknik Particle Bombardment Dalam Teknologi Rekayasa Genetika Pada Tanaman Transgenik Jagung Bt (Bacillus thuringiensis)
Use of Technical Particle bombardment In Genetic Engineering Technology In Plant Transgenic Bt Corn (Bacillus thuringiensis)
Bakhtiar Dwi P (09330110), Dr. H. Moch. Agus Krisno B, M.Kes.
Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Malang
Abstract
Efforts to increase maize production can be done through various means, including through genetic improvement of plants. Genetic improvement of maize aims to overcome the constraints of plant growth, especially environmental biotic and abiotic stress. Genetic improvement of maize can be done conventionally or through genetic engineering (genetic engeenering), generally used method of shooting particles (particle bombardment), because this method the results obtained fertile transgenic maize by simpler methods (particle bombardment / gun method of DNA in corn plant cells or tissues).
In improving the quality of Bt corn yields (Bacillus thuringiensis), the Indonesian government to disseminate to the public especially the farmers know the importance of Indonesia to planting corn with a particle bombardment method (Gun method), thus producing quality corn that is resistant to pests.
Keywords: shooting particles, Genetic Engineering, Bt Corn.
Abstrak
Upaya peningkatan produksi jagung dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain melalui perbaikan genetik tanaman. Perbaikan genetik jagung bertujuan untuk mengatasi kendala pertumbuhan tanaman, terutama cekaman lingkungan biotik dan abiotik. Perbaikan genetik jagung dapat dilakukan secara konvensional maupun melalui rekayasa genetika (genetic engeenering), pada umumnya digunakan metode Penembakan partikel (Particle bombardment), karena metode ini hasil yang didapatkan yaitu jagung transgenik fertile dengan metode yang lebih sederhana (penembakan partikel/ gun method DNA dalam sel atau jaringan tanaman jagung).
Dalam meningkatkan mutu hasil panen jagung Bt (Bacillus thuringiensis), pemerintah Indonesia melakukan sosialisasi kepada masyarakat khususnya petani Indonesia untuk mengetahui pentingnya penanaman jagung dengan metode penembakan partikel (Gun method), sehingga menghasilkan kualitas jagung yang resisten terhadap hama.
Kata Kunci: Penembakan partikel, Rekayasa genetika, Jagung Bt.
PENDAHULAN
Pada umumnya jagung dibudidayakan untuk digunakan sebagai pangan, pakan, bahan baku industri farmasi, makanan ringan, susu jagung, minyak jagung, dan sebagainya. Di Negara maju, jagung banyak digunakan untuk pati sebagai bahan pemanis, sirop, dan produk fermentasi, termasuk alkohol. Di Amerika, jagung banyak digunakan untuk bahan baku pakan (Sitepe M, 2001).
Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri pakan dan industri lainnya. Hal ini mengakibatkan kebutuhan jagung di dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk memenuhi kebutuhan jagung harus dilakukan impor, terutama dari Amerika. Diperkirakan kebutuhan jagung dalam negeri sampai tahun 2012 akan terus meningkat sehubungan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan. Oleh karena itu, produksi jagung dalam negeri perlu ditingkatkan sehingga volume impor dapat dikurangi dan bahkan ditiadakan.
Upaya peningkatan produksi jagung dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain melalui perbaikan genetik tanaman. Perbaikan genetik jagung bertujuan untuk mengatasi kendala pertumbuhan tanaman, terutama cekaman lingkungan biotik dan abiotik. Perbaikan genetik jagung dapat dilakukan secara konvensional maupun melalui rekayasa genetik (genetic engeenering). Dalam rekayasa genetik jagung, sifat unggul tidak hanya didapatkan dari tanaman jagung itu sendiri, tetapi juga dari spesies lain sehingga dapat dihasilkan tanaman transgenik. Jagung Bt merupakan tanaman transgenik yang mempunyai ketahanan terhadap hama, di mana sifat ketahanan tersebut diperoleh dari bakteri Bacillus thuringiensis (Herma,M. 2004). Oleh karena itu, perlu adanya kajian materi genetika molekuler dan bioteknologi yang mendalam agar memudahkan dalam objek studi sendiri.
PEMBAHASAN
Pengertian dan Ruang Lingkup Gen Bt
Bacillus thuringiensis ditemukan pertama kali pada tahun 1911 sebagai patogen pada ngengat (flour moth) dari Provinsi Thuringia, Jerman. Bakteri ini digunakan sebagai produk insektisida komersial pertama kali pada tahun 1938 di Perancis dan kemudian di Amerika Serikat (1950). Pada tahun 1960-an, produk tersebut telah digantikan dengan galur bakteri yang lebih patogen dan efektif melawan berbagai jenis insekta. Pada lingkungan dengan kondisi yang baik dan nutrisi yang cukup, spora bakteri ini dapat terus hidup dan melanjutkan pertumbuhan vegetatifnya. Bacillus thuringiensis dapat ditemukan pada berbagai jenis tanaman, termasuk sayuran, kapas, tembakau, dan tanaman hutan.
Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang, aerobik dan membentuk spora. Banyak strain dari bakteri ini yang menghasilkan protein yang beracun bagi serangga. Sejak diketahui potensi dari protein Kristal atau cry Bt sebagai agen pengendali serangga, berbagai isolasi Bt mengandung berbagai jenis protein kristal. Dan sampai saat ini telah diidentifikasi protein kristal yang beracun terhadap larva dari berbagai ordo serangga yang menjadi hama pada tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari protein kristal tersebut lebih ramah lingkungan karena mempunyai target yang spesifik yaitu tidak mematikan serangga dan mudah terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan (Agus Krisno,, 2011). Oleh karena itu Bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) banyak digunakan sebagai alternatif tanaman yang resisten terhadap hama.
Pendekatan Biologi Molekuler dalam Objek Studi Produksi Pangan
Pemuliaan tanaman konvensional menggunakan hasil observasi fenotipe, kadang-kadang di dukung oleh statistika yang rumit dalam menyeleksi individu unggul dalam populasi pemuliaan. Oleh karena itu pemuliaan tanaman di masa mendatang akan lebih mengarah kepada penggunaan tehnik dan metodologi pemuliaan molekuler dengan menggunakan penanda genetik. Dengan penggunaan “pemuliaan molekuler” yang menjanjikan kesederhanaan terhadap kendala dan tantangan tersebut. Seleksi tidak langsung dengan menggunakan penanda molekuler yang terikat dengan sifat-sifat yang diinginkan telah memungkinkan studi individu pada tahap pertumbuhan dini, mengurangi permasalahan yang berkaitan dengan seleksi sifat-sifat ganda dan ketidaktepatan pengukuran akibat ekspresi sifat disebabkan oleh faktor eksterrnal lokus genetik ganda. Usaha yang dilakukan untuk menanggulangi krisis pangan di Indonesia dengan pendekatan biologi molekuler, antara lain dengan merakit tanaman yang resisten terhadap serangga hama dan penyakit, serta toleran terhadap cekaman lingkungan (salin, kekeringan, dan keracunan A1).
Dengan dihasilkannya rekayasa genetika melalui metode transfer gen secara langsung, memungkinkan DNA yang melapisi partikel secara langsung ke dalam sel atau jaringan tanaman (Adiwilaga, K. 1998). Rekayasa genetika dalam bidang tanaman dilakukan dengan penembakan partikel pada tanaman jagung oleh dan berhasil didaparkan tanaman transgenik yang fertil.
Teknik Pembuatan Jagung Bt
Jagung Bt merupakan tanaman transgenik yang mempunyai ketahanan terhadap hama, di mana sifat ketahanan tersebut diperoleh dari bakteri Bacillus thuringiensis (Herman, M. 2002). Salah satu hambatan yang paling besar dalam upaya peningkatan produksi jagung adalah serangan organisme pengganggu tanaman. Seperti hama dan penyakit tanaman. Serangan pada tanaman jagung selain menurukan produksi juga mengurangi pendapatan petani dan adanya residu pestisida dalam jumlah besar yang menyebabkan polusi lingkungan.
Penggunaan teknologi rekayasa genetik pada tanaman jagung berkembang pesat setelah pertama kali Gordonn-Kamm et al. (1990) berhasil mendapatkan tanaman jagung transgenik yang fertil. Hal ini merupakan terobosan dalam pengembangan dan pemanfaatan plasma nutfah dalam penelitian di bidang biologi tanaman jagung. Teknologi rekayasa genetik merupakan teknologi transfer gen dari satu spesies ke spesies lain, di mana gen interes berupa suatu fragmen DNA (donor gen) ditransformasikan ke dalam sel atau tanaman inang (akspetor gen) untuk menghasilkan tanaman transgenik yang mempunyai sifat baru. Terdapat tiga metode dalam pemanfaatan teknologi transfer gen, yaitu:
a. Elektroporasi (electroporation)
Metode ini menggunakan protoplas sebagai inang. Dengan bantuan Polyetilen glikol (PEG), DNA interes terpresipitasi dengan mudah dan kontak dengan protoplas. Setelah dilakukan elektroforasi dengan voltase yang tinggi permeabilitas protoplas menjadi lebih tinggi, sehingga DNA melakukan penetrasi ke dalam protoplas. Metode elektroforasi telah diaplikasikan pada protoplas jagung (Fromm et al. 1985) dan berhasil mendapatkan tanaman jagung transgenik (Rhodes et al. 1988) tetapi tidak fertil.
b. Karbid silikon (silicon carbide)
Karbid silikon yaitu teknologi transfer gen di mana suspensi sel tanaman inang dicampur dengan serat karbid silikon yang mengandung DNA plasmid dari gen interes, kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro dan dilakukan pemutaran dengan vortex. Serat silikon karbida berfungsi sebagai jarum injeksi mikro (micro injection) untuk memudahkan perpindahan DNA ke dalam sel tanaman. Metode ini telah digunakan dan menghasilkan tanaman jagung transgenik yang fertil (Herman, M., K. Kusumanegara, dan D. Damayanti. 2004).
Gambar 1. Transfer plasmid DNA ke dalam tanaman
c. Penembakan partikel (Particle bombardment)
Penembakan partikel yaitu teknologi yang menggunakan metode penembakan partikel atau gen gun. DNA yang melapisi partikel ditembakkan secara langsung ke dalam sel atau jaringan tanaman (Klein et al.1988). Partikel yang mengandung DNA tersebut menembus dinding sel dan membran, kemudian DNA berdifusi dan menyebar di dalam sel secara independen. Metode transformasi dengan penembakan partikel pertama kali diaplikasikan pada jagung oleh Gordon Kamm et al. (1990) dan berhasil mendapatkan jagung transgenik yang fertil.
Berdasarkan beberapa metode yang telah disebutkan diatas, pada penulisan ini lebih menekankan dalam penggunaan metode Penembakan partikel (Particle bombardment), karena metode ini hasil yang didapatkan yaitu jagung transgenik fertile dengan metode yang lebih sederhana (penembakan partikel/ gun method DNA dalam sel atau jaringan tanaman jagung).
Gambar 2.Penembakan partikel pada tanaman
Gambar 3. Mekanisme pembuatan jagung Bt
Seperti yang dijelaskan dalam ayat Al-Quran dibawah ini :
Artinya :
“Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan Dia anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya” (Q.S Al Furqon : 2).
Oleh karena itu, segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT memiliki sifat dan fungsinya masing-masing dalam hidup. Dimana dibumi ini terdapat keanekaragaman organisme mikro ataupun makro yang dapat menunjukkan karakteristiknya.
Aplikasi Tanaman Jagung Bt Dalam Pengembangan Produksi Pangan di Indonesia
Upaya peningkatan produksi jagung dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain melalui perbaikan genetik tanaman. Perbaikan genetik jagung bertujuan untuk mengatasi kendala pertumbuhan tanaman, terutama cekaman lingkungan biotik dan abiotik.
Dalam rekayasa genetik jagung, sifat unggul tidak hanya didapatkan dari tanaman jagung itu sendiri, tetapi juga dari spesies lain sehingga dapat dihasilkan tanaman transgenik. Jagung Bt merupakan tanaman transgenik yang mempunyai ketahanan terhadap hama, di mana sifat ketahanan tersebut diperoleh dari bakteri Bacillus thuringiensis (Herman,M 2002).
Salah satu contoh negara yang telah memanfaatkan Jagung Bt, yaitu di bagian Iowa, Amerika Serikat, yang mempunyai 80% areal jagung Bt terjadi pengurangan penggunaan pestisida hingga 600 ton. Berdasarkan hasil analisis mikotoksin, jagung Bt mempunyai kandungan fumonisin 1,5 ppm, sedangkan jagung non-Bt mempunyai kadar yang lebih tinggi, mencapai 14,5 ppm (Sitepe M, 2001).
Di Indonesia, serangan hama jagung khususnya penggerek tongkol (H. armigera) atau CEW dan penggerek batang (O. furnacalis) atau ACB masih merupakan salah satu kendala dalam produksi tanaman jagung. Menurut hasil evaluasi Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan pada tahun 2002-2006 di 29 provinsi, kerusakan tanaman jagung akibat serangan organisme pengganggu tumbuhan hanya terjadi di tiga provinsi yang tidak terserang CEW dan ACB. Antara tahun 2002-2006, serangan CEW tertinggi di Indonesia terjadi pada tahun 2003, yaitu seluas 5224 ha. Dari 29 provinsi, serangan CEW tertinggi terjadi di Provinsi Lampung, yaitu 3462 ha. Pada tahun 2005, serangan CEW hanya 3149 ha, dengan serangan tertinggi masih di Provinsi Lampung, yaitu 704 ha. Pada tahun 2006, serangan CEW menurun menjadi 2141 ha, dengan serangan tertinggi tetap di Provinsi Lampung, yaitu 450 ha. Serangan ACB tertinggi juga dijumpai pada tahun 2003, yaitu 3714 ha, dengan luas serangan tertinggi pada pertanaman jagung di Provinsi Gorontalo, yaitu 1085 ha dan puso 10 ha. Pada tahun 2005, luas serangan ACB adalah 2953 ha dengan puso 10 ha. Serangan ACB tertinggi dijumpai di Provinsi Gorontalo, yaitu seluas 551 ha. Pada tahun 2006, luas serangan ACB menurun menjadi 2506 ha, dengan serangan tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara seluas 568 ha (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2007).
Saat ini, jagung Bt belum ditanam di Indonesia. Pengalaman pertama penanaman komoditas pertanian yang mengandung gen Bt transgenik di Indonesia adalah penanaman kapas Bt oleh petani di Sulawesi Selatan pada musim tanam 2001-2002.
Tanaman transgenik, khususnya jagung Bt mempunyai prospek dan peluang untuk dimanfaatkan di Indonesia. Hal ini mengingat pengalaman di berbagai negara lain yang telah menanam jagung Bt dapat mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi petani. Manfaat jagung Bt bagi petani tidak hanya berupa ketahanan terhadap serangga hama target dan menurunkan pemakaian insektisida, tetapi juga dapat menurunkan tingkat kontaminasi mikotoksin akibat serangan cendawan Fusarium (Adiwilaga, K. 1998).
Dalam mengimplementasikan kebutuhan pengkajian risiko tanaman transgenik tersebut, telah dikeluarkan. Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan, dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura No.998.1/Kpts/OT.210/9/99; 790.a/Kpts-IX/1999; 1145A/ MENKES/SKB/IX/199; 015A/Nmeneg PHOR/09/1999 tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetik. Surat Keputusan Bersama tersebut telah diangkat menjadi Peraturan Pemerintah (PP) No. 21/2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik.
Jagung BT | Jagung NonBt | ||||||
|
|
Sumber: Herman et al. (2004), Adiwilaga (1998).
Dalam meningkatkan mutu hasil panen jagung Bt, pemerintah Indonesia melakukan sosialisasi kepada masyarakat khususnya petani Indonesia untuk mengetahui pentingnya penanaman jagung dengan metode penembakan partikel (Gun method) sehingga menghasilkan kualitas jagung yang resisten terhadap hama. Selain menghasilkan kualitas jagung yang resisten terhadap hama, juga mengurangi biaya produksi dalam pembelian pestisida.
Seperti yang dijelaskan pada Surat Az- Zumar: 21 dibawah ini:
Artinya: ”Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal” (Q.S Az-Zumar: 21).
Berdasarkan surat diatas dapat diketahui bahwa Allah SWT menciptakan sesuatu yang Ia inginkan dan apapun di kehendaki. Makhluk-makhluk yang telah diciptakan dan Allah dapat menjadikannya bermakna dari masing masing penciptaan-Nya. Begitu juga dalam proses pemuliaan tanaman ini terjadilah makhluk mikroorganisme atau bakteri yang tidak kasat mata mampu mengubah hal yang tak bermanfaat menjadi bermanfaat.
Dampak Dalam Penggunaan Tanaman Transgenik
Adapun kajian dari studi gen Bt antara lain, sebagai berikut :
Dampak positif dari penggunaan tanaman Transgenik
- Dapat menekan penggunaan pestisida, sehingga menurunkan biaya produksi.
- Ketahanan tanaman terhadap hama dan jamur toksin dari Fusarium penyebab pembusukan pada tongkol, dibandingkan dengan jagung non-Bt yang mengalami kerusakan berat.
- Hasil produksi menigkat sehingga akan mengatasi kelaparan.
Dampak negatif dari penggunaan tanaman Transgenik
- Dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan pada konsumen akibat terjadinya kesalahan / human eror project.
- Menimbulkan gangguan pada keseimbangan ekosistem lingkungan yang terdapat tanaman transgenik.
- Terjadi persaingan harga tanaman jagung transgenik dan tanaman jagung biasa.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian isi pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Gen Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang dan menghasilkan protein yang beracun bagi serangga. 2) Penggunaan metode penembakan partikel pada tanaman jagung Bt merupakan teknik yang sederhana sehingga mudah diterapkan oleh masyarakat Indonesia khususnya para petani. 3) Upaya peningkatkan mutu hasil panen jagung Bt, pemerintah Indonesia melakukan sosialisasi kepada masyarakat khususnya petani Indonesia untuk mengetahui pentingnya penanaman jagung dengan metode penembakan partikel (Gun method) sehingga menghasilkan kualitas jagung yang resisten terhadap hama. 4) Dampak positif penggunaan tanaman transgenik yaitu menekan penggunaan pestisida, dan ketahanan terhadap hama sehingga hasil produksi menigkat. Sedangkan dampak negatifnya yaitu menimbulkan gangguan kesehatan bagi konsumen, gangguan keseimbangan pada ekosistem, dan persaingan harga antara tanaman transgenik dan tanaman jagung biasa.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Gen Bacillus thuringiensis (Bt). http ://www. Pemuliaan Tanman.com/ (diakses tanggal 16 Desember 2011).
Adiwilaga, K. 1998. Permohonan pengkajian keamanan hayati tanaman transgenik http://www.google.com/Tanaman-transgenik (diakses tanggal 16 Desember 2011).
Agus krisno, 2011. Rekayasa Genetika bakteri Bt dalam Perakitan Tanaman transgenik. http ://www.wordpress.Blog/pondok ilmu. (diakses tanggal 16 Desember 2011).
Herman, M. 2002. Perakitan tanaman tahan serangga hama melalui teknik rekayasa genetik. Buletin AgroBio 5(1): 1-13.
Herman, M., K. Kusumanegara, dan D. Damayanti. 2004. Perakitan dan bioasai tanaman transgenik tahan serangga hama. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Badan Litbang Pertanian. 40 hlm.molekuler.com/ (diakses tanggal 5 Desember 2011).
Sitepe M, 2001. Rekayasa Genetika. Jakarta: Penerbit Grasindo.
Suryo (2008). Genetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University).